Chatper 502
Bab 502
Kalimat ini seperti pukulan telak, tubuh Arya yang sudah goyah seakan ditendang dengan keras dari belakang.
Dia merasa darahnya berdesir, dan tidak lama kemudian, dia memuntahkan darah segar dari mulutnya.
Alana sontak terkejut, dia pun berteriak. “Paman ini kenapa, sih? Jangan pikir Paman bisa pura–pura, ya! Mana satpam? Cepat
usir orang ini!
Agatha menatap Alana dengan tajam, dia merasa sangat marah. Namun, belum sempat dia bicara, tiba- tiba Harvey datang dan
menopang tubuh Arya dengan cepat. “Ayah kenapa? Chandra, cepat bawa Ayah ke rumah sakit!”
Arya memalingkan wajahnya ke arah Harvey, pria itu mengenakan pakaian pengantin baru, membuatnya semakin marah
sampai–sampai matanya memerah.
Saat ini, dia tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun, bibirnya gemetar karena marah. “Jadi, keluarga Bennett bangkrut gara–
gara kamu?”
Dia tidak pernah membayangkan bahwa menantu yang selama ini dia percayai akan menjadi eksekutor yang membuat keluarga
Bennett bangkrut.
Meskipun kejadian ini dulu terasa janggal, dia tidak pernah menyangka kalau ternyata Harvey penyebabnya. Dia pikir, perbuatan
itu dilakukan oleh mitra bisnis yang pernah bermasalah dengannya.
Harvey Irwin mengerutkan keningnya, “Ayah, nanti kujelasin, aku mau minta orang buat anter Ayah pulang.”
“Pulang?”
Arya tersenyum dengan dingin, tangannya menunjuk ke arah Harvest, “Ini juga anakmu?”
Alana yang berdiri di sampingnya tidak menyadari seberapa seriusnya situasi ini, dia terus berusaha mencari muka, “lya lah,
wajahnya jelas–jelas mirip sama Tuan Harvey, pasti anaknya, ‘kan?”
Arya gemetar, tangannya mengayunkan sebuah tamparan ke wajah Harvey. Meskipun tenaga yang ia gunakan tidak terlalu
besar, tetapi tetap saja menarik perhatian banyak orang.
“Kenapa kamu tega banget sama anak perempuanku? Dia itu sangat mencintaimu! Terus, janji–janjimu dulu ke aku itu gimana?
Dasar serigala berhati busuk! Aku benar–benar buta karena sudah mengira kalau kamu itu orang yang pantas buat putriku. Apa
salah keluarga Bennett sama kamu?!”
Orang–orang di sekitarnya sudah memusatkan perhatiannya pada Harvey. Desas–desus pun mulai beredar.
“Wah, parah banget, kita bahkan nggak tahu kapan dia nikah, eh dia sekarang malah ngadain pesta pernikahannya yang kedua
besar–besaran.” (1
1/3
+15 BONUS
“Dasar laki–laki pembohong! 10 tahun dia pura–pura jadi orang yang suci.”
“Iya, bahkan anaknya sudah sebesar ini, dia dulu pasti selingkuh. Aduh, kasihan banget Nona Selenia.”
Harvey tidak peduli dengan penilaian orang lain terhadapnya, pikirannya sepenuhnya terfokus pada Arya.
“Ayah, ini bukan tempat yang pas buat bicara. Ayo kita pergi ke rumah sakit dulu.”
Arya sangat marah dan menepis tangan Harvey dengan keras. “Brengsek, jangan panggil aku Ayah, kamu nggak pantas!”
Dia menepis menggunakan seluruh tenaganya, membuat Harvey terdorong ke samping dengan keras. Tak lama kemudian, Arya
kembali memuntahkan darah dan terjatuh ke lantai.
“Ayah!”
Teriakan putrinya, Selena, terdengar dari kejauhan.
Dia berlari secepat mungkin, tetapi tetap saja terlambat.
Untungnya, Harvey bereaksi dengan cepat dan menopang tubuh Arya sebelum dia terjatuh.
“Selena, pelan–pelan!”
Selena tidak punya waktu untuk memikirkan hal itu, melihat Arya memuntahkan darah, napasnya terasa sesak, dia pun berlari
sekuat tenaga.
Ketika sampai di depan Arya, Selena menatapnya dengan penuh rasa cemas, “Ayah, ada apa ini? Ayah baik–baik saja, ‘kan?”
Arya meraih tangan anak perempuannya itu, ada banyak hal yang ingin dia ucapkan.
Akhirnya, dia hanya bisa mengucapkan satu kalimat, “Nak, jujur padaku, ibumu benar–benar sudah meninggal?”
Selena membeku, kemudian berbohong, “Nggak, kok! Ibu baik–baik saja, masih sehat. Mana mungkin Ibu meninggal?”
“Anak bodoh, ekspresimu itu nggak bisa bohong. Padahal kamu sudah sebesar ini, masih saja kayak gitu.”
Arya mengulurkan tangannya, jari–jarinya gemetar saat dia menyentuh pipi Selena.
“Nak, maafin aku, kamu jadi menderita.”
Arya sudah berlinang air mata, dia menatap Selena dengan rasa bersalah, “Aku nggak berguna, nggak bisa ngelindungin kamu
...”
“Sudah, Ayah, jangan bicara lagi. Ayo kita ke rumah sakit, jangan mikir yang aneh–aneh, Ayah pasti sembuh, semuanya bakal
baik–baik saja.”
2/3:
“Nak, aku selalu mencintaimu.”
Setelah mengucapkan kata–kata ini, tangan Arya perlahan–lahan jatuh. “Ayah!”