Chapter Bad 15
Tasya tersenyum dingin. “Kamu benar-benar ingin tahu? Kalau begitu akan kuberitahu. Orang yang diselamatkan Ibuku saat itu
adalah Elan.” Helen tercengang dan ketakutan saat mendengarnya, sambil bertanya-tanya apakah Ibu Tasya benar-benar
menyelamatkan Elan. Tidak mungkin! Terlalu banyak kebetulan yang terjadi! Kalau itu memang benar, Tasya pasti sudah
meminta keluarga Prapanca untuk balas budi meskipun dia tidak tahu apa yang terjadi malam itu. “Makanya, aku peringatkan
lagi, jangan membuatku kesal. Kalau tidak, akulah yang nanti akan jadi Nyonya di keluarga Prapanca,” ancam Tasya pada
Helen. Helen seketika merinding mendengarnya. Dia mengepalkan tangannya saat rasa takut itu mulai memenuhi kepalanya.
“Tasya, maafkan aku atas apa yang terjadi waktu itu. Apakah kamu mau memaafkanku?” pinta Helen memohon ampunannya.
“Kamu ingin pengampunanku?” Tasya memercikkan air yang ada di tangannya. “Teruslah bermimpi!” Meskipun Helen
melindungi dirinya dari percikan air itu dengan tangan, wajahnya masih basah terkena air. Matanya terus menatap Tasya yang
pergi, dan dirinya dipenuhi amarah dan dendam membara. Meskipun penampilan Tasya menarik perhatian banyak laki-laki di
acara itu, Helen teringat dengan penampilan cantiknya yang populer saat mereka masih kecil. Tasya, aku tidak akan
membiarkanmu menikahi Elan! Dia hanya milikku seorang! Helen mengepalkan tangannya saat dia memikirkan hal itu. Ketika
Tasya kembali ke mejanya, dia dengan centil mengibaskan rambutnya di belakang telinganya. Lalu, dia mengangkat kepalanya,
dan bertatapan dengan mata laki-laki itu lagi, mata yang terlihat seperti kristal hitam saat terkena cahaya lilin. Di satu sisi, bagi
Elan wanita itu seperti mutiara yang bersinar dalam kegelapan, membuat kecantikan dan keanggunannya menyihir semua laki-
laki yang menatapnya. Tapi, Tasya tidak sadar kalau dia adalah salah satu dari sosialita paling cantik dalam acara pameran
perhiasan itu. Tak berapa lama, Helen pun kembali dari kamar mandi, sambil berpura-pura terlihat bersimpati saat dia kembali
duduk di samping Elan. Tidak seperti sikapnya yang kasar dan angkuh saat di kamar mandi tadi, dia sekarang bersikap polos
seperti sosok wanita yang membutuhkan laki-laki untuk melindunginya. Hal ini membuat Tasya jijik dan tidak napsu makan.
Makanya, dia meraih segelas air untuk menenangkan dirinya. “Nona Tasya, ini menu daging panggang dengan truffle yang baru
saja dihidangkan. Apakah kamu mau mencobanya?” tanya Jimmy sembari mengambilkan segelas air untuknya. “Terima kasih.”
ujar Tasya sambil tersenyum. Ketika mereka selesai makan malam, sesi selanjutnya dilanjutkan dengan mengenalkan menu
jamuan. Tapi, Tasya pergi ke balkon sendirian sambil membawa segelas anggur merah, mungkin karena dia satu-satunya tamu
yang datang tanpa pasangan. Menatap langit kota yang tampak seperti hamparan sawah emas yang bersinar di malam hari, dia
hanya bisa merasa sedih melihat orang-orang yang kehilangan jati diri mereka demi mengejar kekayaan di lingkungan mereka.
“Kenapa kamu disini?” Sebuah suara berat seorang laki-laki tiba-tiba muncul. Tanpa menoleh, Tasya sudah tahu siapa yang
berbicara dan tertawa lirih. “Memangnya kenapa? Apa aku harus memberitahumu dulu sebelum datang ke pameran perhiasan
ini?” “Nando Sofyan itu siapamu?” Tasya membalikkan badannya dan tercengang, sambil menatap sosok laki-laki tampan yang
memegang segelas anggur merah sambil mengernyitkan keningnya. “Kamu kenal Nando?” “Iya, tentu saja” jawab Elan tenang,
dan Tasya sama sekali tidak terkejut melihatnya. Apalagi, Tasya yakin alasan Nando diundang ke pameran perhiasan ini
mungkin karena kekayaan dan keluarganya yang sangat berpengaruh. Makanya, Tasya sama sekali tidak terkejut ketika kedua
laki-laki ini, yang merupakan bagian dari sosialita kelas atas, bisa saling mengenal satu sama lain. “Kamu belum menjawab
pertanyaanku. Nando itu siapamu?” Laki-laki di belakang Tasya itu terus bersikeras dengan pertanyaannya. Tasya menyesap
anggurnya. “Kenapa aku harus memberitahumu?” ujarnya sambil beranjak dari balkon tanpa menunggu jawaban Elan, karena
merasa jijik mengingat Elan adalah pacar Helen. Setelah wanita itu pergi, Elan ditinggal sendirian, sambil menyipitkan matanya
dan ekspresi wajah muram. Sementara itu, Helen sedang berbincang dengan salah satu sosialita di antara para tamu saat dia
melihat Tasya pergi dari balkon. Tahu Elan masih ada di balkon, dia merasa sangat cemburu pada wanita itu. Apa Tasya
mencoba menggoda Elan? Lalu, dia juga melihat Elan pergi dari balkon. Tiba-tiba, sebuah ide muncul di kepalanya dan dia
segera mendekati Tasya sambil membawa segelas anggur di tangannya.