Chapter Bab 41
Bab 41 Siapa Wanita Itu?
Luna pun minta maaf setelah tahu dirinya salah paham dengan Ardika.
Namun, Luna tetap cemburu.
Ardika membeli perabot, tapi kenapa tidak membawa Luna dan malah membawa wanita lain?
*Ardika, siapa wanita yang datang ke rumah semalam?”
“Jesika Siantar, dia adalah asisten direktur utama dari Grup Sentosa Jaya. Pak Henry yang
menyuruhnya untuk menemaniku pergi membeli perabot,” ucap Ardika menjelaskan.
Melihat Luna yang cemburu, Ardika sebenarnya merasa senang.
Itu berarti Luna memedulikannya.
Mendengar bahwa orang itu adalah Jesika, Luna sekeluarga pun menghela napas lega.
Mereka pernah bertemu dengan Jesika, dia adalah asistennya Henry.
Luna menarik tangan Ardika dan berkata, “Maaf, Ardika. Hari ini aku sudah salah paham padamu,
aku seharusnya memercayaimu.”
Sekarang, Luna merasa menyesal dan juga masih ketakutan.
Jenny berhasil memprovokasinya karena Luna tidak percaya pada Ardika. Sampai akhirnya, Luna
hampir diperkosa oleh Tony.
Ardika lalu berkata dengan tegas, “Yang lalu biarlah berlalu. Tapi, kamu memang harus
memercayaiku. Kita adalah suami istri, semua orang mungkin saja mencelakakanmu, tapi nggak
denganku.”
Ardika tidak berharap kejadian yang sama terjadi dua kali.
Luna menyadari ketegasan yang jarang ada dalam ucapan Ardika, tapi karena demi kebaikan
dirinya, Luna pun mengangguk.
Hatinya berbunga–bunga.
Setelah itu, Ardika pun pergi menyiapkan makanan untuk Luna.
Sebelumnya, Luna tidak makan terlalu banyak di restoran bersama Jenny, dia malah kebanyakan
minum anggur merah.
“Ada kabar tentang Tony si bajingan itu! Haha, karma itu nyata.”
Ketika Luna sedang makan mi, Jacky tiba–tiba memukul pegangan kursi roda sambil tertawa
terbahak–bahak.
1/3
Desi bertanya apa yang terjadi.
+15 BONUS
“Berita utama hari ini, seorang pria berinisial T meniduri wanita berinisial J di hotel. Suami dari
wanita J datang membawa pisau dan memotong alat kelamin pria T.”
Kali ini, Tony dan Jenny benar–benar berakhir dengan sengsara.
Tony menjadi kasim dan Jenny juga sudah mampus.
Rumah sakit Kota Banyuli, di ruang VIP.
Ketika Budi datang, dia melihat anaknya yang terbaring di tempat tidur dan masih pingsan
sedang didorong ke ruang operasi.
Sambil menahan amarah dalam hati, Budi bertanya kepada dokter, “Apakah luka bagian bawah
anakku bisa disembuhkan?”
Budi hanya punya seorang anak. Kalau luka Tony tidak bisa disembuhkan, Budi akan kehilangan
keturunan.
“Maaf, Pak Budi, sepertinya sangat sulit. Selain itu, kami nggak menemukan organ tubuh yang
tepat, jadi harapannya sangat kecil….”
Bam!
Budi merasa pusing setelah mendengarnya. Anak buahnya segera datang memapahnya.
Sambil menekan bagian pelipis, Budi lalu bertanya, “Apa yang terjadi?”
“Tuan Muda Tony membawa Luna dari Keluarga Basagita ke hotel ….
”
Keluarga Susanto tentu saja punya koneksi di dalam kepolisian. Anak buahnya pun segera melaporkan apa yang terjadi. Laporannya juga tidak berbeda jauh dengan fakta sebenarnya.
“Bos, menurut informasi yang kami dapat, sebelum Tuan Muda diserang, Pak Sigit sudah sampai
di hotel. Tapi, ketika Tuan Muda ditebas, mereka nggak menghentikannya.”
“Selain itu, Wali Kota Ridwan yang memberi perintah langsung kepada Sigit.”
Bam!
Budi meninju dinding dengan keras. Sambil menggertakkan gigi, dia lalu berkata, “Kalau begitu,
Pak Ridwan juga pasti melindungi Ardika.”
Budi tidak bisa menerimanya.
Budi juga ingin membuat Ardika menjadi kasim. Selain itu, dia juga akan mencari orang untuk
memerkosa Luna.
Namun sekarang, bukan hanya Henry yang melindungi Ardika, bahkan Wali Kota Ridwan juga
+15 BONUS
melindunginya.
Kenapa bocah itu bisa memiliki begitu banyak pelindung?
Budi merasa tak berdaya.
Kalau tidak bisa diserang secara terang–terangan, Budi akan menggunakan cara ilegal.
Setelah memikirkannya, Budi pun menelepon Jinto.
Tak lama kemudian, Jinto datang.
Usianya empat puluhan. Saat berbicara, kedua gigi depan yang terbuat dari emas terlihat
mendominasi.
“Kamu ingin aku menyerang Ardika?”
Ketika mendengar permintaan Budì, Jinto terkejut.
“Pagi ini anak buahku baru saja bertemu dengan bocah itu, dia bukan orang lemah.”
Jinto menjelaskan kejadian tadi pagi di mana Bambang membawa orang ke Vila Cakrawala untuk
melakukan pengusiran.
“Aku akan membayarnya! Tuan Jinto, sebut saja harganya! Selama bisa melumpuhkan Ardika,
aku rela membayar berapa pun.”
Budi sudah tidak waras. Nama Ardika seperti tumor di hatinya yang harus dihilangkan.
Kedua mata Jinto langsung berbinar. Uang adalah godaan terbaik.
Jinto segera mengumpulkan anak buahnya, lalu pergi ke Vila Cakrawala.