Chapter 49: Pembalap Menyelesaikan Masalahnya di Jalan!
Plak!
Suara tamparan terdengar dan jejak tangan muncul di muka pemuda itu.
Hannah dan teman-teman dari pemuda itu semua terkejut.
Randika dengan santainya menampar si pemuda itu! Bahkan bekas tangannya mengecap di wajahnya.
Pemuda itu benar-benar marah dan memaki Randika. "Dasar tua Bangka!"
Setelah dia selesai berbicara, Randika menamparnya sekali lagi.
Plak!
Suara tamparan itu terdengar sekali lagi dan Randika mengatakan. "Ini pertama kalinya ada orang yang berani memasang badan melawanku. Aku cukup salut padamu tapi kalau kau hanya ingin bacot saja, pergi sana dan cari orang lain yang takut sama orang sepertimu."
"Bangs**! Hari ini kau tidak akan pulang hidup-hidup!" Pemuda itu benar-benar marah sambil menutupi wajahnya. Namun, dadanya tiba-tiba terdorong dan dirinya terpental! Ternyata Randika dengan santai menendangnya tepat di dada dan mengirimnya melayang.
"Kalau kau kira aku adalah mangsa mudah, kau salah besar." Randika menggelengkan kepalanya. "Tindakan bodoh mengajakku berkelahi tanpa tahu siapa diriku sebenarnya."
Di dunia ini, tidak ada musuh yang selamat dari amarah sang Ares!
Para pemuda itu menjadi murka pada Randika dan menatapnya dengan tajam. Hannah yang berada di samping mulai ketakutan. Bisa-bisanya kakak iparnya itu menantang mereka berkelahi? Kalau dia membawanya pulang dengan kondisi babak belur, bagaimana bisa dia menjelaskannya pada kakaknya?
Melihat perawakan dan niat buruk mereka, Randika tidak sungkan-sungkan meskipun mereka masih muda. Dia lalu menyandera salah satu dari mereka dan mengayun-ayunkan orang itu bagaikan senjatanya.
"Ah!"
Orang yang ditangkap Randika ini tidak bisa menggambarkan perasaannya. Dia merasa tangannya mau copot dan kepalanya mulai pusing. Teman-temannya tidak bisa mendekat karena mereka terus tertendang oleh kakinya itu.
Setelah beberapa orang terjatuh, Randika melempar orang itu ke temen-temennya dan menghilang jadi gumpalan asap. Beberapa detik kemudian, para pemuda itu sudah terkapar semua.
Semua kejadian ini terjadi begitu cepat bahkan mereka yang mulai siuman sudah dibuat pingsan kembali oleh Randika. Hannah yang bersembunyi di mobil cuma bisa diam membeku di dalam. Kakak iparnya ini ternyata kuat?
"Masih berani macam-macam denganku?" Kata Randika pada para pemuda itu.
"Jangan sombong kau!" Pemuda yang sedang terkapar itu mengambil handphonenya dan memanggil orang. "Kak Nico!"
Setelah beberapa saat, orang berbadan besar dan berotot bersama teman-temannya datang.
Melihat orang-orang yang terkapar di tanah ini, pria bernama Nico itu mengerutkan dahinya. "Ada apa ini?"
"Kita dihajar sama orang itu." Pemuda itu menunjuk Randika.
Nico segera menoleh ke Randika dan bertanya dengan suara dingin. "Kau menyentuh bawahanku?"
"Bawahanmu itu melecehkan wanitaku, aku harap kau lebih pandai lagi mengurus mereka."
Hannah yang terdiam itu menjadi marah ketika mendengarnya. Sejak kapan dia jadi perempuannya Randika?
Hannah menggertakan giginya sambil terus menonton. Nico menghampiri bawahannya yang terkapar itu sambil berkata kepada Randika. "Hanya karena sepele itu mereka semua babak belur?"
Randika tidak peduli, "Salah sendiri mereka berurusan dengan orang yang salah, kalau kau tidak terima kau juga boleh mencicipi tinjuku ini."
Semua orang yang ada di belakang Nico menjadi marah ketika mendengarnya, "Kak, kita hajar saja orang tidak tahu diri itu!"
Nico tidak menjawab apa-apa. Dia hanya berjalan maju secara perlahan. Dia lalu berkata di depan wajah Randika. "Berurusan dengan cecunguk sepertimu cukup aku seorang."
"Oh? Coba saja."
Nico sudah tidak sabar menghabisi bocah ini. Pukulan mautnya melayang ke arah Randika, tetapi di tengah-tengah jalan matanya terbelalak. Wajahnya menjadi pucat pasi dan ayunan tangannya berhenti. Randika masih memasang ekspresi datar dengan satu kaki mengarah tepat ke dagu Nico.
Dua detik kemudian, Nico yang berbadan besar itu jatuh tersungkur dan wajahnya kesakitan.
"Lho? Kok sudah jatuh?" Randika pura-pura bingung dan mengatakan. "Aku tidak punya urusan dengan bocah yang isinya otot saja tapi tidak punya otak."
Wajah Nico menjadi ketakutan dan dipenuhi rasa bingung. Serangan lawannya ini benar-benar cepat.
Tetapi, para bawahan Nico menjadi naik darah ketika melihat bosnya tersungkur. "Persetan dengan dia, ayo kita hajar!"
Randika malah menantang mereka agar maju. "Sini akan kulayani kalian semua sekaligus."
Para bawahan ini mengepung Randika terlebih dahulu, memotong jalur kaburnya. Hannah yang ada di mobil, menarik lengan baju Randika dan memintanya untuk pergi saja. Melihat jumlah orang yang banyak itu membuat Hannah ketakutan.
Ares kabur? Bercanda apa? Meskipun dia kalah jumlah, apakah itu membuatnya takut? Jelas tidak!
"Tenang saja, duduk dan lihatlah kakakmu ini." Randika mengelus tangan Hannah dan melepasnya. Lalu dia menerjang mereka semua.
Pertarungan dimulai!
Hannah menutup matanya, takut apa yang akan terjadi berikutnya. Randika kemungkinan besar akan mati dan dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Sesaat kemudian, suara teriakan terdengar. Apakah kakaknya sudah tamat?contemporary romance
Mendengar suara teriak yang semakin banyak itu, Hannah merasa penasaran dan membuka matanya.
Randika bagaikan superhero yang melawan penjahat figuran. Dia hanya perlu memukul mereka sekali dan mereka semua terkapar. Semua musuhnya itu benar-benar terlihat lemah.
Seluruh pertarungan ini berlangsung sebentar. Semua bawahan Nico meringkuk kesakitan sedangkan Nico sendiri tidak tahu harus berbuat apa.
Saat itu juga, Randika menoleh ke arah Nico. "Sekarang giliranmu."
Meskipun nada Randika datar, suaranya bagaikan guntur di siang hari.
Kuat!
Mata Hannah berbinar-binar melihat kakak iparnya yang kuat ini, dia merasa bahwa Randika jadi menawan. Kalau saja dia tidak meraba-raba dirinya sebelumnya, mungkin dia sudah jatuh cinta sekarang.
Nico sekarang berada di situasi genting, sudah tidak ada orang yang bisa menjadi tamengnya. Dari preman berbadan besar sekarang dia menjadi sapi yang siap dipotong. Namun sebuah ide terlintas di kepalanya. "Seorang pembalap menyelesaikan masalahnya di jalan bukan dengan baku hantam begini!"
Randika hanya tersenyum tidak mengatakan apa-apa.
Nico segera menjadi panik, "Hahaha ternyata kau tidak percaya diri dengan kemampuan menyetirmu ya?"
"Bukan itu masalahnya." Randika tersenyum lebar. "Bahkan balapan pun kau bukan tandinganku."
"Kalau begitu buktikan!" Nico mulai memanas-manasi Randika. "Jangan omong doang."
"Oke. Tunggulah di garis awal." Randika lalu berbalik menuju mobilnya.
Hannah terkejut ketika mendengar persetujuan Randika. "Ha? Gila apa kau? Mobil ini bukan mobil balap tahu!"
"Hahaha laki kalau sudah ditantang haram hukumnya kalau lari."
"Memangnya kau bisa balapan?" Hannah khawatir. "Bahkan kalau kau percaya diri dengan kemampuanmu, jalanan yang akan kalian lalui itu sungguh berbahaya. Jangan harap kau bisa menang! Sudah lebih baik kita pulang saja."
Randika mengerutkan dahinya, kenapa adik iparnya ini tidak percaya pada dirinya?
"Kalau cuma orang macam mereka, sambil nutup mata aku juga pasti menang." Kata Randika sambil tersenyum. "Sudahlah ngikut saja sama kakakmu ini. Oh iya, kau hari ini akan jadi pemanduku!"
"Mimpi!" Hannah langsung menolak.
Di lain sisi, Nico sudah siap dengan mobil balapnya dan berteriak ke arah Randika.
"Oi jangan lari kau!"
Mendengar itu, Randika segera masuk dalam mobil.
"Percayalah padaku." Kata Randika.
Hannah cuma bisa menghela napas. "Aku tidak peduli jika kau menang atau kalah asalkan kau tidak merusak mobilku ini."
"Tenang saja." Kata Randika dengan santai. "Kau akan menjadi saksi hidup atas lahirnya legenda Drift King asal Cendrawasih!"
Hannah tersenyum dan memasang sabuk pengamannya.
done.co