Chapter Bab 550
Bab 550
+15 BONUS
Di mata Selena, tidak ada rasa tenang dan waras. Hanya tersisa kemarahan di
sana.
Sebenamya, Gunung Api Guntur menjadi tempat apa, sih? Tempat itu disebut
pulau kematian oleh para pebisnis sekaligus menjadi markas pelatihan Pasukan
Khusus. Sangat kecil kemungkinan orang yang masuk ke sana akan tetap hidup.
Bagaimana karakter orang—orang di sana?
Mereka adalah orang—orang tanpa siapa pun bagal anak yatim piatu atau anak
yang kehilangan segalanya akibat perang.
Sebagian besar dari mereka dilatih sejak belia. Bukannya tak ada orang dewasa
seperti Selena, tetapi mereka semua punya rekam jejak di bidang ini.
Kalau Selena asal masuk tanpa persiapan, sama saja tengah cari mati. Tidak
heran jika Harvey begitu
menentangnya.
“Seli, jangan berpikir begitu. Rumah sakit umum untuk semua kalangan yang
ingin kamu bangun, meski namanya diganti oleh Agatha, rumah sakit itu sudah
mulai beroperasi. Rumah sakit itu diisi para dokter fakir miskin hebat dari dalam
dan luar negeri. Aku juga membangun satu yayasan guna membantu par
yang kesulitan buat berobat. Sampai saat ini, sudah lebih dari 100 orang yang
mendapatkannya, termasuk anak-anak tuli dan lansia. Dunia ini mungkin nggak
sempurna, tapi selalu ada orang yang berusaha memperbaikinya. Kalau nggak
ada kamu, banyak orang yang akan meregang nyawa karena nggak mampu
berobat,” jelas Harvey penuh detail.
Mata Selena berkaca—kaca seraya membalas, “Meskipun aku menyelamatkan
semua orang di dunia ini, tapi aku nggak bisa menyelamatkan teman dan anak—
anakku sendiri. Buat apa menyelamatkan banyak orang? Perasaan yang tersisa
dalam hidupku cuma soal balas dendam.”
Harvey menghela napas karena kehabisan cara membujuk Selena.
“Tidurlah.” Selena tak mengatakan apa—apa lagi, hanya menatap cahaya
terbenam di ufuk barat dengan hati dipenuhi dendam.
Tanpa sadar, tangan Selena menyentuh perutnya. Kebiasaan yang terbentuk
selama enam bulan lebih tak akan bisa diubah begitu saja.
Setelah tersadar, Selena tahu sudah tak ada janin lagi dalam perutnya. Ibarat
kenal dengan tetangga periang hingga mereka harus pindah suatu hari,
membuatnya benar-benar tidak terbiasa akan hal itu.
Selena benar-benar membatin. “Anak—anak, tunggulah. Ibu pasti balaskan
dendam kalian.”
Beberapa hari berikutnya, Selena sangat kooperatif dalam proses pengobatan
dan tubuhnya perlahan
mulai pulih. Dia sudah bisa keluar rumah sakit.
Jenazah Lian dipulangkan ke kampung halaman. Di sana, tidak ada tempat
kremasi karena orang—orang desa masih mempertahankan tradisi pemakaman.
Saat Selena tha dan baru hunn dari mobil, telinganya mendengar suara seruling
dan gendang dari kejauhan, Suara trompel dan simbal turut berdentum di telinga.
Sepanjang menyusui jalan desa, delapan orang mengangkat pell mati Lian
bersama dengan fotonya.
Lembaran uana dihamburkan oleh orang yang memimpin jalan.
Di bawah langit kelabu, isak tangls, deru angin, beserta lantunan melodi pun
bercampur jadi satu.
Menjelang musim penghujan, semua tanaman di ladang sudah dipanen,
menyisakan jerami gandur dan batang jagung yang kering saja.
Seolah-olah seluruh dunia kehilangan warna dan diselimuti kabut.
Sejak kecil Selena tinggal di area perkotaan. Dia pernah hadir di beberapa
pemakaman, tetapi baru pertama kalinya menghadiri pemakaman seperti ini.
Bahkan, kali ini terasa lebih menusuk hati.
Selena mendaki gunung hingga melewati jalan berlumpur. Harvey menemani di
sampingnya tanpa
mengucapkan sepatah kata pun.
Tak lama kemudian. Selena menunjuk ke arah ladang gandum. “Lian pernah
bilang, kampung halamannya sangat indah. Para tetangga yang rajin sudah
menanam benih kubis pada pagi buta. Menjelang datangnya musim panen,
ladang-ladang pun mulai dipenuhi dengan bunga kubis yang bermekaran di
mana-mana,” tutur Selena.
Visit Novelxo.org to read full content.
« . Ci
Ketika musim kemarau, seluruh
ladang dipenuhi gandum hijau,
bisingnya Suara tonggeret,
anak—anak kecil sedang berlari—lari
di ladang gandum dengan telanjang
kaki untuk menangkap udang kecil,
: : ”
dan suara embusan angin di ladang.
The content is on Novelxo.org!
Read the latest chapter there!
Visit Novelxo.org to read full content.
« .
Masuk musim panen, gandum
sudah matang dan pemandangan
diwarnai kuning keemasan. Dia
duduk di tumpukan gandum yang
tinggi dan merasakan kebahagiaan
saat memanen bersama ibu dan The
content is on Novelxo.org! Read
the latest chapter there!
ayahnya.”
Visit Novelxo.org to read full content.
« 5 :
Kata Lian, dia akan membawaku ke
kampung halamannya setelah aku
melahirkan. Dia bilang akan
mengajak aku mencicipi masakan
udang kecil. Di halaman rumahnya,
ditanam pohon apel besar sekaligus
tanaman anggur yang menjalar. Buah
yang dihasilkan juga sangat besar
eT A
dan manis.” The content is on
Novelxo.org! Read the latest
chapter there!
“Sell...”
Suara Selena terdengar serak saat menyahut. “Aku baik-baik saja, cuma agak
sedih karena akhirnya datang ke rumah dia dalam kondisi seperti ini.”
Peti mati sudah dimasukkan ke liang lahat, di mana orang lain yang
menguburkan Lian dan keluarga sedang berlinang air mata.
+15 BONUS
Selena berlutut di depan batu nisan, lalu Jemarinya mengelus figur wajah yang
tersenyum bahagia di
foto.
“Kak Lian, akan kubalaskan dendammu,” ujar Selena kuat—kuat.