Chapter 480
Bab 480
Arya menggoyang–goyangkan gelasnya sembari menatap langit. “Coba kutanya
padamu, apa yang akan kudapatkan kalau aku nggak membiarkannya pergi?”
Selena terdiam seribu bahasa, sementara Arya melanjutkan perkataannya, “Selama
ini yang kudapatkan cuma kebencian dan sikap nggak peduli. Memang dia nggak
marah–marah sama aku, tapi dia setiap hari membenciku, membenci dunia ini yang
katanya tuh nggak adil sama dia. Nggak ada semangat di matanya, senyumnya juga
hilang. Yah, aku memang bisa mendapatkan fisiknya, tapi aku nggak akan bisa
mendapatkan hatinya. Kalau semua ini kupertahankan, aku cuma dapat keluarga yang pura–pura bahagia aja, padahal aslinya
sudah hancur dari awal. Kamu sendiri juga bakal tumbuh dewasa dengan perasaan was–was.”
“Aku nggak akan pernah lupa gimana usaha kerasmu untuk bikin dia senang,
padahal kamu masih kecil. Waktu teman–teman seumuranmu masih sibuk sama
perkara sepele seperti makan dan minum, kamu sudah berusaha sekuat tenaga buat
nyenengin hatinya. Tapi, semua usahamu itu nggak pernah bikin dia luluh, ‘kan?
Keluarga yang banyak masalah kayak gini sama sekali nggak cocok untuk tumbuh
kembangmu. Aku yakin, pasti nggak butuh waktu lama sebelum akhirnya kamu
berubah jadi seperti dia.”
“Kamu tahu nggak, kenapa burung merak bulunya indah? Karena mereka bebas dan
bisa menikmati dunia yang luas ini. Kalau kita mengurungnya di dalam sangkar
kecil, dia nggak akan bisa membentangkan ekornya. Bulunya yang indah itu jadi
nggak ada gunanya, ‘kan?”
“Karena itu, aku akhirnya memilih untuk melepaskannya. Toh, meskipun dia nggak
mencintaiku, dia nggak akan membenciku. Selain dia bisa mendapatkan
kebahagiaan dan kebebasannya, aku juga bisa mendapatkan kepuasan batin. Satu- satunya penyesalanku waktu itu adalah
kamu jadi kehilangan sosok ibu. Yah,
memang nggak semua hal di dunia ini ada hasilnya, dan nggak semua usaha yang
kita lakukan dapat imbalan yang sepadan, Semuanya tergantung dari pilihan kita.”
Selena mendengarkan cerita ayahnya dengan saksama. Sepertinya, situasinya
antara dia dan Harvey saat ini lumayan mirip dengan situasi yang dihadapi oleh
ayah dan ibunya dulu.
+15 BONUS
“Ayah, Ayah pasti sangat mencintai Ibu, ‘kan?”
“Nak, bagaimana mungkin aku nggak mencintainya? Dari pertama kali melihatnya, aku langsung tertarik padanya. Ibumu itu
seperti cahaya bulan di langit, kelihatan. indah dan suci. Dia sempurna dalam segala hal, kecuali mencintaiku.”
“Meskipun dia menjadi istriku karena kebetulan, aku sudah berusaha keras buat nunjukkin kalau aku mencintainya dengan
sungguh–sungguh, tapi dia sama sekali nggak berubah pikiran Ya sudah, daripada seperti itu terus, aku akhirnya
melepaskannya. Waktu tahu kalau setelah itu dia hidup bahagia, aku merasa semua
usahaku nggak sia–sia.”
Selena kembali mengajukan pertanyaan dengan hati–hati, “Ayah nggak menikah lagi setelah Ibu pergi, ya? Memangnya setelah
itu Ayah nggak pernah ketemu lagi dengan orang yang Ayah sukai?”
Ketika topik itu disinggung, Selena melihat raut wajah Arya berubah. Seperti lampu yang tiba–tiba dimatikan, wajahnya menjadi
suram dan terlihat tidak bersemangat.
Dia melirik Selena sekilas sembari menghela napasnya. Sudah waktunya dia
mengatakan yang sebenarnya.
“Sebenarnya, ada satu hal yang sudah lama ingin kuceritakan padamu. Tapi, waktu itu kamu masih kecil. Kupikir, aku bisa
menceritakannya beberapa tahun lagi, tapi siapa sangka insiden itu malah terjadi, huft ...”
Arya menggelengkan kepala dengan sedih. “Yah, karena sekarang situasinya sudah seperti ini, kurasa kamu berhak
mengetahuinya. Beberapa tahun yang lalu, aku suka sama seorang gadis. Dia sedikit lebih tua darimu, wajahnya sangat cantik
dan imut, matanya penuh semangat. Dia murid yang pernah kubantu dulu. Sayangnya...”
Ketika membicarakan semua itu, wajah Arya terlihat makin memburuk. “Awalnya,
waktu dia menyatakan cinta padaku, aku cuman menganggapnya sebagai anak kecil. Coba kamu pikir, umurnya jauh lebih
muda dariku, sedangkan aku sendiri.
sudah tua. Apa semua itu nggak kelihatan aneh?”
Selena tahu bahwa orang yang dibicarakan oleh Arya adalah Kezia. Dia sama sekali tidak menyangka kalau ayahnya itu akan
berinisiatif untuk membicarakan masalah
ini. Selena pun melanjutkan pertanyaannya, “Lalu, apa yang terjadi setelah itu?”
2/3
+15 BONUS
“Bukannya aku nggak berniat untuk menikah lagi, tapi kamu tahu sendiri, aku selalu serius dalam masalah pernikahan dan
hubungan. Aku mendingan nggak menikah sama sekali daripada bersama orang yang salah. Makanya aku nggak pernah
menganggap serius gadis kecil itu. Dia sangat pintar, sama sepertimu yang sangat berbakat, bahkan sudah lompat beberapa
kelas dan mulai kerja dari usianya masih muda. Dia berusaha sekuat tenaga untuk terlihat dewasa di depanku dan marah
kalau aku memperlakukannya seperti anak kecil.”
“Kalau begitu, apa Ayah menyukainya?”
Arya memperhatikan langit yang dipenuhi awan putih, seolah–olah sedang
merenungkan sesuatu.
“Sepertinya, ya, aku menyukainya. Dia punya semangat dan gairah anak muda di
tubuhnya. Awalnya, aku cuma kasihan padanya dan berusaha memperhatikannya dengan baik. Tapi nggak tahu kenapa,
semakin sering aku bertemu dengannya, aku jadi semakin bahagia. Rasanya seperti kembali menjadi muda, aku juga mulai
menganggap serius perasaan ini.”
Saat membicarakan hal ini, Arya mengalihkan tatapannya ke wajah Selena. “Waktu
aku jatuh cinta pada ibumu, aku masih jadi anak muda yang sembrono dan penuh
semangat. Tapi, di usiaku yang sekarang, aku harus berpikir lebih matang. Aku
takut kamu keberatan, apa lagi kalau muncul gosip di luar sana. Kekhawatiranku itu
akhirnya membuat kami bertengkar dan dia memutuskan untuk meninggalkanku.
Waku aku bertemu kembali dengannya, dia sudah hamil.”
Mata Selena melebar, dia sangat terkejut ketika mengetahui fakta tersebut. “Jadi,
anak yang ada di dalam kandungannya itu bukan anak Ayah?”