Chapter Bab 161
Bab 161
Asta mengenakan kemeja hitam, dan wajah tampannya terlihat cemas.
Mata tajam pria itu menatap lurus kearahnya, dan mungkin karena datang dengan buru–buru, nafasnya terengah–engah.
Mata coklat Samara dilintasi peringatan.
“Kamu datang untuk memintaku mengakui kesalahan kan?” Samara berkata dengan terpojok, “Kamu menangkapku tidak apa–
apa, tapi kamu tidak boleh menghukum Oliver dan Olivia lagi!”
Asta tercengang
Dia mengangkat tangannya dengan tinggi.
Samara tahu betapa kuatnya Asta, kalau dia ingin mengalahkannya, dirinya pasti tidak akan bisa mengelak.
Dan saat dia menutup matanya dan bersiap menerima pukulan itu, rasa sakit yang dia kira akan dirasakan di wajahnya tidak
terasa, sebaliknya ada kekuatan yang menarik pinggangnya dan membuatnya jatuh ke dalam pelukannya.
“Siapa yang bilang saya mau memukulmu?” Asta bergumam, “Saya...saya mana mungkin tega memukulmu?”
Detik berikutnya, Samara hanya merasakan hatinya tercengang.
Borris juga merupakan karakter yang berkuasa di masa mudanya.
Dia membawa Olivia dan Oliver pergi karena kesal dan marah, namun setelah menenangkan dirinya dia juga diam–diam
memikirkan akibat yang harus ditanggungnya.
Kalau Keluarga Costan benar–benar ingin melawannya, maka pasukan sebanyak apa yang harus dia kerahkan untuk bisa
membuat masalah ini tenang.
Dia memikirkan banyak kekacauan yang mungkin terjadi.
Dia memikirkan kalau dia mungkin akan dipermalukan, namun dia tidak menyangka Asta akan memeluknya.
Dia sangat tenang, tapi dia takut menjadi serakah.
Asta, apa dia benar–benar miliknya?
Samara termenung dan ingin mendorong Asta, namun dia malah memeluknya lebih erat lagi dan tidak berniat melepaskan
pelukannya.
“Ayah, kenapa kamu kemari?”
Oliver yang mendengar ada suara di pintu berjalan menghampiri sambil menggandeng tangan Javier.
Mengingat kalau disisinya masih ada tiga orang anak kecil...
Samara seperti orang yang melakukan kesalahan dan buru–buru melepaskan pelukan Asta.
Asta merasakan kelembutan di lengannya tiba–tiba menghilang, dan menatap Oliver dengan sedikit lebih dingin.
Oliver menyusutkan lehernya.
Hm, jangan kira dia hanya anak berusia 5 tahun dan tidak menyadari kalau ayahnya ini juga menyukai Samara sama seperti
dirinya.
“Kamu sudah membuat kekacauan, dan meninggalkan sampahnya untuk kubereskan.”
“Siapa suruh kamu itu ayahku?” Oliver sangat cemberut, “Lagipula...saya tidak membuat kekacauan hari ini, kakek buyut sudah
pikun, dan mendengarkan wanita jahat itu sepenuhnya, dia bahkan tidak percaya pada
saya cicit kandungnya sendiri!”
Samara tidak mengundang Asta masuk, jadi dia masuk sendiri.
Dan saat dia masuk kedalam, dua orang dewasa dan tiga orang anak–anak itu memadati ruang tamu yang semula luas.
Asta melihat Oliver yang sudah punya energi untuk membantah menebak
kalau Samara pasti sudah mengobatinya.
Tatapannya jatuh pada Samara.
Samara yang ditatap merasa canggung : “Untuk apa kamu menatapku?”
Wajah Asta menegang : “Ada yang harus saya bicarakan berdua denganmu.”
Samara tidak heran, memikirkan masalah ini walau Asta yang muncul juga memerlukan sebuah penjelasan.
“Baik.” Dia mengangguk.
Asta baru hendak masuk kekamar untuk berbincang dengan Samara, dan menemukan ada tiga gumpalan kecil yang
mengelilingi kakinya.
Oliver dan Javier menarik ujung bajunya dari kiri dan kanan, tidak lupa mereka tetap bergandengan tangan.
Olivia duduk diatas lantai dan memeluk kakinya dengan matanya yang memerah, sambil menggelengkan kepalanya.
“Kalian....”
Oliver : “Jangan mempersulit Samara.”
Javier : “Kalau kamu berani menindas ibuku, saya tidak akan melepaskanmu.”
Olivia tidak bisa berbicara dengan lancar, jadi dia hanya menangis, air mata terus jatuh dari mata bulatnya itu, sangat kasihan.
Asta mengernyitkan keningnya dengan erat.
“Lepaskan.”
Tiga anak itu tetap tidak mau melepaskan.
Samara menghela nafas ringan : “Kalian lepaskan saja, jangan khawatir, dia hanya ingin berbicara denganku, kalian semua ada
disini, kalau dia mau memukulku dia juga tidak akan memilih saat seperti sekarang ini.”
Tiga anak yang mendengar itu melepaskan tangan mereka dengan patuh.
Asta memang tidak heran pada Olivia dan Oliver yang begitu menyukainya, tapi dia tidak menyangka ketergantungan itu jauh
lebih dalam dari yang dia kira.
Setelah masuk ke kamar.
Asta berkata dengan dingin : “Samara, lepaskan bajumu.”
Previous Chapter
Next Chapter